Sejenak di Perpustakaan Gasibu, pada Siang Hari nan Gerimis

 
nyiomas.my.id

Sejenak di Perpustakaan Gasibu, pada Siang Hari nan Gerimis

Disebut “sejenak” karena beneran cuma sebentar, gak seperti biasanya ke perpustakaan membaca buku yang membutuhkan waktu berjam-jam.

Penyebabnya, awal April tersebut saya berencana ke faskes 1, lebih tepatnya ke dokter gigi untuk minta surat rujukan ke faskes 2, karena kondisi gigi geraham terlalu parah, hanya bisa dilakukan dokter spesialis.

Ternyata petugas administrasi Biofit (faskes 1) bilang bahwa dokter Mona baru akan datang pukul 11.00. Sementara waktu baru menunjukkan pukul 09.00-an.

Nunggu 2 jam? Okelah, banyak destinasi yang ingin saya tuju. 

Aneh memang, setelah tinggal di Cinanjung, kabupaten Sumedang, baru lah muncul keinginan mengunjungi destinasi yang dulu kerap saya abaikan.

Salah satunya Perpustakaan Gasibu. Terletak di depan Gedung Sate, dulu, hampir setiap berangkat atau pulang menuju rumah di Cibeunying Permai, bisa dipastikan saya selalu melewati kawasan Gasibu. 

Bahkan saya inget banget, lahan di sebelah Gasibu merupakan lahan kosong dengan lubang besar mirip danau kecil tempat orang mancing di situ.

Sementara sekarang? Nampak menjulang tinggi Hotel Pullman (Jalan Majapahit, Bandung) berdampingan dengan Hotel ibis Styles Bandung yang beralamat di Jalan Diponegoro, Bandung
Baca juga:
Belanja Pisang Kepok dan Kulineran di Pasar Gede Solo

Pengalaman Menginap di Hotel Syariah dan 5 Faktanya!

Daftar Isi:

  • Gasibu dalam Rekaman Ingatan
  • Nama Gasibu ternyata Singkatan
  • Perpustakaan Gasibu, Surga Mungil Penikmat Literasi
  • Koleksi Buku yang Bikin Mager

Sebelum dikelola pemprov Jawa Barat pada tahun 2013, lapangan Gasibu dimiliki oleh Pemkot Bandung. 

Belum ada lintasan berwarna warni untuk jogging seperti sekarang. Dulu, masih berupa tanah becek ketika hujan turun dan rerumputan liar. Serta dipenuhi PKL yang menciptakan suasana kumuh nan berantakan.

Bisa dibayangkan betapa geramnya bapak dan ibu yang bekerja di Pemprov Jawa Barat. Mau dibereskan kok bukan miliknya, enggak diberesin kok mata jadi sepet! 😀😀


nyiomas.my.id
Lapangan Gasibu kini

Karena itu ketika Pemkot Bandung menghibahkan lapangan Gasibu serta sejumlah lahan lain, (yang tentu saja ada timbal balik penyerahan lahan),  Pemprov Jawa Barat sangat senang dan segera merenovasi Gasibu menjadi ruang publik yang sangat bermanfaat, tidak hanya menyediakan sarana keluarga, juga perpustakaan mini.

Perpustakaan ini hasil kerja sama Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah (Dispusipda) Jawa Barat dan Bank BJB. Gak bisa pinjam buku di sini, andai butuh buku untuk dibawa pulang, harus dilakukan di Perpustakaan Dispusipda Jabar di Jl. Kawaluyaan Indah, Bandung.

(Target berikutnya nih, karena apartemen yang dimiliki anak saya, deket banget dengan perpustakaan di Jalan Kawaluyaan Indah ini)

nyiomas.my.id

Nama Gasibu ternyata Singkatan

Ketika menapaki tangga menuju perpustakaan Gasibu, dari arah Gedung Sate, nampak rangkaian 4 mantan foto Gubernur Jawa Barat, serta ornament bertuliskan Gasibu.

Jadi penasaran, mengapa lahan seluas 21.180 meter persegi ini dinamakan Gasibu?

Ternyata Gasibu merupakan singkatan dari Gabungan Sepak Bola Indonesia Bandung Utara, atau nama dari perkumpulan sepak bola yang beranggotakan masyarakat Bandung Utara.

Mungkin anak-anak muda zaman baheula yang tinggal di kawasan Cisitu, Sekeloa, Cihaurgeulis dan sekitarnya, melihat lahan kosong (yang pernah diperdebatkan kepemilikannya) dan ingin menyalurkan kegemaran sepak bola. Mereka kemudian bersatu dan membentuk persatuan sepak bola.

nyiomas.my.id

Mirip sejarah Stadion Sidolig yang terletak di Jalan Jl. Ahmad Yani, Bandung yang kini berganti nama menjadi Stadion Persib. Sidolig konon merupakan singkatan dari "Stadion Sport in de Openlucht is Gezond" namun ada juga yang berpendapat bahwa nama lapangan Sidolig diambil dari nama pendirinya yaitu Frans Sidolig, seorang arsitek warga kebangsaan Belanda.

Menarik ya? Mau ke perpustakaan, eh nemu banyak jejak sejarah yang terukir dalam bentuk akronim maupun nama para pelakunya.

nyiomas.my.id

Perpustakaan Gasibu, Surga Mungil Penikmat Literasi

Gerimis kecil menemani saya menapaki tangga menuju perpustakaan Gasibu. Membuka pintunya, dan nampak ruang perpustakaan yang mungil. Hanya satu ruangan. Di sebelah kiri terletak meja tempat pengunjung mengisi daftar pengunjung. Sedangkan di bagian kanan berderet loker, tempat pengunjung menyimpan barang bawaaannya.

Sempat kurang memperhatikan loker nih saya. Mata lebih asyik menerka-nerka singkatan dari Dispusipda, serta beberapa penjelasan seperti scan QR code untuk menjadi anggota dan EPLICA (Electronic Public Library Card and Access), kemudian melangkah masuk dan terlihat jejeran meja kursi.

Beberapa meja berisi komputer, tempat pembaca mencari dan membaca soft copy, serta meja kursi tanpa computer yang bisa digunakan membaca hard copy, selain sofa tanpa sandaran yang melingkari pilar.

Hanya ada sekitar 5 rak buku yang memenuhi ruangan sebelah kiri, berhadapan dengan sofa. Setelah deretan rak, ada area untuk anak-anak, terlihat dari bentangan karpet berwarna hijau untuk lesehan serta rak berisi buku khas para bocil.

Tak lupa lego/balok plastik dan buku-buku anak lainnya yang tersimpan di rak berseberangan dengan karpet hijau.

Di samping area anak-anak, tergelar sajadah lebar penanda tempat untuk mereka yang ingin menunaikan ibadah salat.

Nah, saat itulah saya ditegur petugas perpustakaan Gasibu. Rupanya beliau duduk di ujung terdalam ruangan. Memang strategis sih untuk mengawasi pengunjung yang keluar masuk.

“Tasnya disimpan di loker, bu,” kata sang petugas. Ups gak nyadar perpustakaan Gasibu menyediakan loker. Iya juga ya? Untuk mengantisipasi hilangnya koleksi buku, maka pengunjung wajib menyimpan bawaannya di dalam loker.

Gak usah takut tas (yang mungkin isinya sangat berharga) bakal hilang, karena setelah mengunci loker yang kita pilih, loker dikunci dan kuncinya kita bawa.

Selain untuk meminimalisir pencurian, adanya loker juga membantu pengunjung. Gak ribet bawa-bawa tas dan mungkin juga keresek berisi belanjaan, baju olah raga, dan lainnya.

nyiomas.my.id


Koleksi Buku yang Bikin Mager

“Buku adalah Jendela Dunia.” Demikian quote yang digantung di salah satu toko buku Gramedia. Quote yang cocok untuk setiap orang, lintas usia, lintas jabatan. Dengan membaca buku, kita bisa ikut berjalan-jalan melintasi samudera, kepulauan dan blusukan ke kawasan terpencil yang kerap tak muncul di peta dunia.

Demikian pula buku-buku yang tersedia di perpustakaan Gasibu. Mulai dari rak beragam ensiklopedia, seperti ensiklopedia agama Islam (Rukun Islam, Al Qur-an dan Sunah, Pustaka Islam untuk Anak, Ensiklopedi Bocah Muslim dan masih banyak lagi), Ensiklopedia Ilmu Pengetahuan Populer, Ensiklopedia sains Spektakuler, Ensiklopedia World Heritage, Ensiklopedia Sejarah dan Budaya, Ensiklopedia Jawa Barat, Ensiklopedia Mengenai Sains, Ensiklopedia Astronomi, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Ensiklopedia Energi Terbarukan, Ensiklopedia Percobaan Sains, Ensiklopedia Sepak Bola, Ensiklopedia Sepak Bola Indonesia, …..dan akhirnya ketemu! Ensiklopedia Pramuka Indonesia!

Beberapa tahun silam, bersama beberapa orang blogger dan diketuai Mbak Hani (Handayani Abd Widiatmoko), kami berkolaborasi membuat ensiklopedia tersebut. Next time saya tulis khusus ya?

 

nyiomas.my.id

Sesudah rangkaian ensiklopedia, saya sempat mampir di rak penuh novel, salah satunya berjudul “Hello, Darkness karangan Sandra Brown. Saya lupa-lupa ingat pernah baca atau belum. Karena dulu saya suka banget novel-novelnya Sandra Brown. Setiap ke toko buku Gramedia,  bisa dipastikan saya membeli bukunya untuk nambah koleksi.

Buku Pipiet Senja berjudul “Orang Bilang Aku Teroris” sempat membuat saya berhenti untuk membaca tuntas. Pipiet Senja merupakan salah seorang kompasianer yang dulu aktif mengisi UGC tersebut, bersama tokoh-tokoh popular lainnya, seperti Linda Djalil, Arswendo Atmowiloto, Kusmayanto Kadiman (rektor ITB dan mantan Menteri Riset dan Teknologi) serta masih banyak lagi. 

 

nyiomas.my.id

Pipiet Senja yang bernama asli  Etty Hadiwati Arief kerap memberi pelatihan menulis. Rupanya pengalaman tersebut beliau rangkum dalam buku yang mendapat  tagline “Perjalanan Menyebar Virus Menulis”.

nyiomas.my.id

Lambaian buku “Waduk Pluit” membuat saya beralih. Buku bertuliskan “Semangat Membangun Jakarta Baru” ini bikin saya penasaran, karena membahas tentang akar masalah banjir di Jakarta.

Sering banget kita terheran-heran dengan masalah banjir. Bukankah masalah banjir di musim hujan selalu terulang dari tahun ke tahun? Kok gak melakukan antisipasi, apakah kita sebodoh itu? Bukankah keledai juga gak terperosok di lubang yang sama?

nyiomas.my.id

Namun buku “Driyarkara, Si Jenthu” lah yang membuat saya fokus membaca. Pertimbangannya buku “Waduk Pluit” butuh waktu lama untuk membaca. Malah kalau bisa, beli aja deh cetak ulangnya untuk dibaca dan dibaca lagi.

Sedangkan buku tentang Driyarkara ini selain tipis juga sangat menggoda. Ini salah satu kutipannya:

Bila saya ditubruk mobil dan menjadi cacat
Sedang koruptor hidup kaya disamping saya
Saya tetap mengatakan Tuhan itu Adil.

Wow dalem banget ya? Gak heran beliau mendapat gelar filsuf pendidik.

Jujurly sebelum membaca bukunya, saya hanya tahu ada Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jalan Cempaka Putih Jakarta Pusat. 

Tapi siapa sih Driyarkara saya baru tahu setelah membaca bukunya. Sosok yang sangat berjasa bagi pendidikan di Indonesia ini lahir dengan nama “Jenthu”. Nama Nicolaus Driyarkara didapat setelah dibaptis pada 22 Desember 1925.

Wah bakal panjang jika harus menulis buku tersebut di sini. Saya posting terpisah aja ya? 

nyiomas.my.id

 

Seneng banget bisa menghabiskan waktu 2 jam dengan bermanfaat. Gak hanya mencharge isi otak, juga melatih otot kaki karena saya berjalan kaki dari jalan Supratman ke Jalan Diponegoro, tempat berdiri Perpustakaan Gasibu, kemudian jalan kaki lagi kembali ke Biofit di Jalan Supratman.

Dan ternyata ……. Dokternya gak praktik dong!😭😭

Baca juga:
Ke Waduk Cengklik, Menikmati Indahnya Sunset Sambil Menyantap Soto Seger

Berburu Oleh-oleh di Jawa Timur, Ketemu Pentol nan Lezat

Perpustakaan Gasibu
Alamat: Jl. Majapahit, Citarum, Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40115
Waktu buka:
Sabtu      08.00–12.00
Minggu    08.00–12.00
Senin      08.00–16.00
Selasa    08.00–16.00
Rabu       08.00–16.00
Kamis      08.00–16.00
Jumat       08.00–16.00
Jumlah buku: 1.000 - 2.000 eksemplar

4 comments

  1. Interiornya cukup estetik ya Teh Maria. Rasanya bisa betah deh lama-lama di sana.

    ReplyDelete
  2. Ini jam bukanya dari jam berapa, Mbak? Terkadang, saya suka olahraga sekitaran sana kalau lagi di Bandung. Siapa tau sesekali bisa main ke perpustakaan Gasibu

    ReplyDelete
  3. Rumah nenek dan beberapa anggota keluarga besar suami deket banget sama Gasibu Mbak. Di area belakang kantor Telkom (Jl. Gagak). Zaman dulu masih ada pasar kaget, dan kalau pas ke Bandung, saya beberapa kali diajak suami untuk lihat kehebohan perdagangan di sana. Gak pernah masuk ke bagian dalamnya. Ternyata sekarang ada perpustakaan ya? Waahh wajib nih dikunjungi. Penasaran saya jadinya.

    ReplyDelete
  4. Apa kabarnya Ibu Pipiet Senja sekarang ya?
    Dulu pernah jalan jalan di depan Gedung sate, penasaran seperti apa kondisinya sekarang. Pernah suamiku ngajak kondangan di Bandung tahun 2023, rencana kami naik kereta aja. Sayangnya di Semarang pun ada kondangan juga selisih dua hari. Akhirnya suami berangka ke Bandung sendirian.
    Perpustakaa sekarang makin keren ya, buku koleksinya pun lengkap.

    ReplyDelete